Resensi Novel “Montase” Karya Windry Ramadhina
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Kali ini saya akan mencoba untuk meresensi sebuah novel yang
bertemakan tentang cinta. Novel ini berjudul “Montase” Karya Windry Ramadhina,
yang diterbitkan oleh Gagas Media tahun 2012 dengan tebal 357 hlm.
Novel
ini berlatar belakang di sebuah kampus, yaitu Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Dimana
sang pemeran utama menempuh pendidikan nya di sana, dengan jurusan Manajemen
Perfilman, sebuah jurusan yang tidak terlalu disukai nya. Sang tokoh utama ini
bernama Rayyi anak seorang produser terkenal bernama Irianto Karnaya, sebagai
seorang anak ia di haruskan untuk mematuhi perintah dari sang orang tua,
termasuk masa depan dan cita-cita yang diidam-idamkannya. Hal ini adalah
gejolak besar yang dialami oleh sang tokoh utama, Rayyi yang memiliki cita-cita
untuk menjadi seorang sineas Film Dokumenter yang terkenal, ternyata
harus memendam cita-cita yang diidam-idamkan itu, hal ini disebabkan karena
orang tua Rayyi menginginkan Rayyi untuk menjadi seorang produser yang terkenal
seperti dirinya. Hingga akhirnya ia pun terpaksa harus mengambil jurusan
Manajemen Perfilman, padahal dalam hati kecilnya tersembunyi keinginan yang
kuat untuk mengambil jurusan Film Dokumenter. Dan karena keinginannya yang kuat
ini ia pun diam-diam mengikuti kelas
Dokumenter IV.
Dikelas itu ia bertemu dengan seorang mahasiswi Jepang bernama Haru,
itu bukanlah pertemuan pertama mereka, sebenarnya mereka pertama kali bertemu
pada acara Festival Film Dokumenter Greenpeace dan dalam acara itu karya Haru
berhasil mengalahkan karya Rayyi. Hal itulah yang membuat Rayyi menjadi kesal
kepada Haru, namun rasa kekesalan itu lama kelamaan memudar dan berubah menjadi
cinta. Hal ini berawal dari tugas kelas
Dokumenter IV yang membuat Rayyi membuat film Dokumenter tentang Haru. Hasil
karya Rayyi ini membuat sang dosen pengampu bernama Samuel Hardi (seorang
Sineas Indonesia yang terkenal) terkesan dan merekomendasikan agar Rayyi dan
Haru mengikuti ajang IDFA (International Documentary Film Festival
Amsterdam) dan mereka berdua pun menerimanya. Tetapi, hal itu tidak
bertahan lama karena ayah Rayyi (Irianto Karnaya) menginginkan agar Rayyi
fokus kuliah manajemen perfilman, hingga membatasi dan mengawasi segala
kegiatan yang dilakukan oleh Rayyi, hingga akhirnya Rayyi memutuskan untuk
berhenti dari kelas Dokumenter IV dan mengundurkan diri dari ajang IDFA. Mengetahui
hal ini Samuel Hardi pun mengajak Rayyi ke studio nya dan berusaha menyakinkan
Rayyi bahwa ia berbakat dalam perfilman dokumenter, namun usahanya itu sia-sia
karena Rayyi tetap kukuh dengan pendiriannya.
Beberapa haripun berlalu, Rayyi yang sekarang jarang bertemu dengan
Haru dikagetkan dengan kabar bahwa Haru ingin kembali ke Jepang. Mendengar kabar
itu, Rayyi pergi meninggalkan kelas dan langsung ke bandara. Ketika sampai di
bandara Rayyi dapat bertemu dengan Haru, Rayyi menanyakan alasan Haru kembali
ke Jepang dengan sangat tiba-tiba, Haru pun menjelaskan bahwa ia menderita
sakit yang sangat parah, hingga waktu yang tersisa tinggal sedikit, ia pun
mengiginkan untuk menghabiskan sisa waktunya bersama keluarga. Dengan berat
hati Rayyi pun melepaskan Haru pergi.
Haru pun berpesan kepada Rayyi agar ia mengejar mimpinya, dengan
mengungkapkan kata-kata terakhirnya sebelum meninggalkan Indonesia:
“Kalau
begitu, kau tidak boleh menyerah. Jangan berhenti mengejar impianmu, atau kau
akan menyesal.”
“Kita tidak
hidup selamanya, Rayyi. Karena itu, jangan buang-buang waktu untuk sesuatu yang
tidak kita inginkan.”
Kata-kata itu selalu mengiang-ngiang dalam pikiran Rayyi hingga Rayyi
memutuskan untuk melanjutkan cita-citanya menjadi sineas film dokumenter, dan
memberanikan diri untuk memberitahukannya kepada ayahnya. Sudah dapat kita prediksi,
ayah Rayyi tidak akan menyetujuinya hal
ini membuat Rayyi meninggalkan rumah. Rayyi pun pergi ke studio Samuel Hardi,
dan meminta pekerjaan serta tempat tinggal disana. Samuel Hardi pun
menerimanya.
Sudah berbulan-bulan Rayyi bekerja untuk Samuel Hardi, dan disetiap
kesempatan ia selalu mengirimkan e-mail ke Haru. Namun, tiba-tiba saja Rayyi
menerima kabar dari kedua orang tua Haru bahwa Haru telah meninggal dunia.
Rayyi pun merasa terpukul, namun ia tidak patah semangat. Dengan bayang-bayang
kehadiran Haru membuat Rayyi memiliki alasan untuk melanjutkan hidup dan
menggapai semua cita-citanya.
Waktu terus bergulir, hingga tak terasa 2 tahun telah berlalu sejak
kabar kematian Haru. Tiba-tiba saja datang sebuah surat dari jepang untuk Rayyi,
yang bertuliskan nama Haru. Hal ini membuat Rayyi berharap bahwa haru masih
hidup, lalu ia pun pergi ke Jepang. Setelah sampai di jepang harapannya pun
musnah, ternyata yang mengirimkan surat itu adalah keluarga Haru, itu adalah
surat terakhir dari Haru untuk Rayyi. Dalam surat itu Haru berharap agar Rayyi pergi
ke jepang dan dapat melihat musim gugur, yaitu saat bunga-bunga sakura berguguran.
Harupun berharap agar Rayyi mau melupakannya seperti sakura-sakura yang jatuh
itu, hingga akhirnya musim semi akan datang dengan membawa bunga-bunga sakura
yang baru. Sesampainya di Jakarta Rayyi pun melakukan debut pertamanya dalam
dunia perfilman dokumenter, dengan menampilkan film dokumenter tentang Haru.
Novel ini benar-benar menguras air mata saya, dalam pemaparannya sang
penulis Windry Ramadhina memaparkan dengan sangat elok dan bagus dengan
kata-kata romantis yang menggugah hati. Selain dari keromantisannya, novel ini
juga bisa membuat para pembaca menjadi tertantang untuk mewujudkan apa yang
benar-benar dicita-citakannya. Dandi novel ini pula terdapat banyak sekali
amanat yang tersirat.
Dan inilah akhir dari resensi saya tentang novel “Montase” ini, saya
pun berharap agar para pembaca dapat membaca novel ini, dan dapat merasakan
keromantisan dan perjuangan sang tokoh. Dan ini adalah kata-kata yang saya
kutip di cover belakangnya :
Aku berharap
tak pernah bertemu denganmu.
Supaya aku
tak perlu menginginkanmu, memikirkanmu dalam lamunku.
Supaya aku
tak mencarimu setiap kali aku rindu.
Supaya aku
tak punya alasan untuk mencintaimu. Dan terpuruk ketika akhirnya kau
meninggalkanku.
Tapi…,
kalau aku
benar-benar tak pernah bertemu denganmu,
mungkin aku
tak akan pernah tahu seperti apa rasanya berdua saja denganmu.
Menikmati
waktu bergulir tanpa terasa.
Aku juga tak
mungkin bisa tahu seperti apa rasanya sungguh-sungguh mencintai…
dan dicintai
sosok seindah sakura seperti dirimu.
. ….. SELAMAT MEMBACA …..
No comments:
Post a Comment